Ketoprak merupakan salah satu teater tradisional Jawa, yang pada mulanya melakukan pertunjukan dalam bahasa Jawa. Kini ketoprak “menasionalisasi” diri, salah satunya dalam bentuk pertunjukan ketoprak humor di televisi dengan menggunakan bahasa Indonesia. Bisa jadi, hal itu merupakan salah satu upaya “perluasan wilayah” agar menjadi komoditas dengan pangsa pasar yang lebih luas.

Pada kenyataannya, pertunjukan itu tidak sepenuhnya menggunakan bahasa Indonesia (ragam nonstandar). Dalam peristiwa komunikasi selama pertunjukan banyak terjadi alih kode dari bahasa Jawa ke Indonesia atau sebaliknya. Tentu saja peristiwa percakapan seperti ini mengandung makna yang diimplikasikannya, baik makna sosial maupun makna budaya. Makna sosial yang dimaksudkan ialah makna penutur dalam interaksi sosial tertentu yang merefleksikan perasaan penutur, sikap, dan sebagainya. Dengan beralih kode pun, penutur telah melakukan tindak identitas kebudayaan. Penonton pertunjukan diharapkan memahami maksud tersebut.

Analisis makna sosial dan budaya alih kode dalam pertunjukan ini didasari konsep Hymes (1972) tentang peristiwa tutur dan Woolard (1988) tentang alih kode dalam perspektif sosiolinguistik dan antropologis. Konsep lain yang melandasi analisis ini ialah kekuasaan dan solidaritas serta kesantunan dalam konteks kebudayaan.