Perempuan dalam Desa,Antara Ada dan Tiada: Pengalaman Belajar Mendemokratisasikan Desentralisasi di Sanggau, Garut dan Toraja
Paramita Iswari (KARSA Yogyakarta)
Seiring masa reformasi, satu hubungan kekuasaan direorganisasi melalui lahirnya peluang otonomi daerah. Dengan ini, diharapkan ‘jarak’ antara rakyat (termasuk perempuan) dengan pembuat kebijakan menjadi lebih dekat baik secara politik maupun geografis, sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan yang dihasilkan akan lebih sesuai dengan hajat hidup rakyat (terutama perempuan). Tulisan ini mencoba mengetengahkan pengalaman mendemokratisasikan desentralisasi pada arena kampung di Sanggau—Kalimantan Barat, dengan penekanan pada sudut pandang perempuan. Konteks umum di Sanggau, memang diisi oleh berbagai konflik sosial-ekologis sebagai konsekuensi dari perluasan praktek ekstraksi dan eksploitasi sumber daya alam yang difasilitasi oleh pemerintah pusat dan daerah dan dijalankan oleh badan usaha skala raksasa. Selain itu, pengalaman pahit para pemimpin adat dayak adalah marginalisasi dan kooptasi adat-budaya baik sebagai ekspresi dari modernisasi maupun otoritarianisme. Dari pengalaman bekerja di wilayah ini, akan digambarkan bagaimana perubahan-perubahan yang terjadi dengan adanya otonomi daerah dan perjuangan ’kembali ke kampung’ yang diperjuangkan di Sanggau. Berikut dengan ancamannya di masa yang akan datang dengan lahirnya produk regulasi baru (UU No 32 tahun 2004) yang menutup pintu demokratisasi terutama bagi partisipasi politik perempuan.