[featured_image]
Download
Download is available until [expire_date]
  • Version
  • Download 65
  • File Size 900.68 KB
  • File Count 1
  • Create Date 11 October 2016
  • Last Updated 11 October 2016

13.3. Di bawah Bayang-Bayang Kekuasaan: Membongkar Dominasi Kultural Kesultanan Buton di Kulisusu

Nurlin (Universitas Hasanuddin)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menjelaskan relasi kuasa antara Buton dan Kulisusu dalam kerangka historis; (2) menganalisis permainan strategi kekuasaan antara Kesultanan Buton dan Barata Kulisusu; (2) menganalisis reproduksi identitas kekinian Orang Kulisusu dalam hubungannya dengan kekuasaan Kesultanan Buton. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme, yang menempatkan kebudayaan Orang Kulisusu sebagai hasil konstruksi dalam menyikapi persebaran kekuasaan di Tanah Buton. Metode penelitian ini adalah metode kualitatif yang bertujuan untuk memberikan deskripsi secara rinci, penuh makna dan mendalam tentang fenomena kekuasaan, sejarah dan reproduksi identitas kekinian Orang Kulisusu. Jenis penelitian adalah penelitin etnografi yang memanfaatkan sumber-sumber sejarah (diakronik) dan studi-studi kasus (sinkronik) yang berkaitan dengan fenomen budaya yang sedang diteliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan: Dokumentasi sumber-sumber sejarah, wawancara mendalam, dan observasi terlibat.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara historis, wilayah Kulisusu terintegrasi ke dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Buton pada 1610, dilatar belakangi oleh hubungan perkawinan antara Sultan Buton ke-4, La Elangi dengan Wa Bilahi putri Sangiano Lemo di Kulisusu. Dari perkawinan ini lahir seorang putra bernama La Ode Dhubo/La Ode Ode yang kemudian ditetapkan sebagai raja Kulisusu (Lakino Barata Kulisusu) pertama bergelar Sangia Ea. Ada lima strategi kekuasaan yang diterapkan Kesultanan Buton dalam mempertahankan kekuasaannya di Kulisusu sampai sekarang, yakni: 1) memberi keutamaan pada Barata Kulisusu sebagai keturunan bangsawan Tanailandu (relasi kekerabatan), 2) melalui institusi Barata sebagai perwakilan kekuasaan sultan di Kulisusu, 3) melalui sara yang merepresentasikan ajaran tasawuf Maratabat Tujuh, 4) memobilisasi bangsawan ke Kulisusu, 5) melakukan intervensi militer saat Kulisusu resisten terhadap Kesultanan Buton. Pada konteks kekinian, Orang Kulisusu mereproduksi identitas wilayahnya sebagai bagian dari Buton (Buton Utara) dengan menggunakan narasi sejarah sebagai alat legitimasi.

Keywords: Kulisusu; kuasa; reproduksi identitas