Batang Terendam yang Sulit Dibangkitkan Dunia Melayu dalam Konteks Kerjasama Bisnis Segitiga Indonesia–Malaysia–Thailand

Sekalipun kerjasama bisnis segitiga Indonesia-Malaysia Thailand sudah berlangsung lebih 10 tahun, tapi implikasi dari kerjasama itu terhadap penyatuan kerjasama bisnis dunia Melayu di tiga wilayah itu tidak terlihat. Padahal, kawasan-kawasan yang disatukan melalui kerjasama segitiga itu (yakni Sumatera Utara, Malaysia Utara, dan Thailand Selatan), secara historis, demografis, dan kultur didominasi oleh etnik Melayu. Hal ini memperlihatkan bahwa aktivitas ekonomi yang coba dirintis melalui kerjasama segitiga ini belum memiliki basis kultur bisnis yang sama dan bisa menjadi perekat kerjasama bisnis orang-orang Melayu di tiga wilayah tersebut. Padahal, secara historis kawasan segitiga ini pernah menjadi jalur kerjasama bisnis, khususnya perdagangan yang sangat penting di Asia Tenggara, yang melibatkan tidak hanya penguasa-penguasa dari Kesultanan Melayu, tetapi juga pengusaha-pengusaha Melayu. Dengan demikian, pembentukan negara moderen Indonesia, Malaysia, dan Thailand telah menyebabkan terjadinya diskontinuitas historis hubungan bisnis yang sangat maju di kawasan ini. Jika terdapat perekat basis kultur bisnis di antara masyarakat Melayu dan tidak terjadinya diskontinuitas historis hubungan bisnis, maka rangsangan melalui konsep kerjasama segitiga ini akan mampu mengatasi problem distribusi kekuasaan dan politik antara pemerintah pusat dan daerah yang ada di ketiga negara. Paper ini akan menelusuri hubungan kerjasama bisnis dan perdagangan yang berkaitan dengan kawasan ini di masa lalu, latar belakang kultural dan politis yang memungkinkan terbentuknya hubungan itu, hambatan-hambatannya pada periode kolonial dan pasca kemerdekaan. Paper ini akhirnya akan membahas kesulitan usaha-usaha penyatuan dunia Melayu dalam bisnis dan perdagangan dalam perspektif hubungan segitiga ini.